TULISAN AL QUR’AN
A. Bentuk tulisan yang dipergunakan untuk menulis Al Qur’an dan para ahli tulis di masa itu
Tulis menulis di kalangan orang Arab jahiliyah amat sedikit. Yang mula-mula belajar menulis di antara orang Arab ialah Basyr ibn Abdil Malik saudara ‘Ukaidir Daumah. Ia belajar pada orang Al Anbar, kemudian ia pergi ke Makkah dan di situ ia beristerikan Shahba’, anak Harb Ibn Umaiyah, saudara Sakhr Abu Sufyan. Harb dan anaknya Sufyan belajar menulis padanya. Kemudiab Harb mengajar Umar ibn Khaththab, Muawiyah belajar pada Sufyan bapak kecilnya.
Tulisan orang Al Anbar, diperbaiki (disempurnakan) oleh ulama Kufah, dan tulisan inilah yang dipakai dewasa itu.tulisan itu tiada berbaris dan tiada bertitik. Kemudian bentuk tulisan itu diperbaiki oleh Abu Ali Muhammad ibn Ali ibn Muqlah dan kemudian diperbaiki oleh Ali bin Hilal Al Bagdady yang terkenal dengan nama Ibnul Bauwa.
Mushaf yang ditulis atas perintah Utsman itu tidak berbaris dan tidak bertitik. Karena itu dapat dibaca dengan salah suatu qiraat yang tujuh. Setelah banyak orang yang bukan Arab masuk ke Islam, mulailah terdapat kecederaan dalam pembacaan. Maka timbullah pada beberapa ulama perasaan takut bahwa Al Qur’an akan mulai ditimpai oleh kecederaan-kecederaan itu. Ketika itu, Ziyad bin Abihi, yang menjadi hulubalang di Irak, meminta kepada Abul Aswad Ad Dualy, salah seorang dari ketua-ketua tabi’in, membuat tanda-tanda pembacaan. Abu Aswad lalu memberi baris huruf penghabisan dari kalimat saja dengan memakai titik di atas sebagai baris di atas dan titik di bawah sebagai baris di bawah dan di samping sebagai tanda di depan dan dua titik sebagai tanda baris dua.
Sistim Abul Aswad ini tidak dapat mencegah kecederaan di dalam pembacaan.karena itu untuk membedakan satu huruf dengan yang lain terpaksalah diberi titik dan dibariskan kalimat dengan secukupnya. Usaha memberi titik huruf Al Qur’an itu dikerjakan oleh Nashar ibn ‘Ashim dengan perintah Al Hajjaj.
Al Khalil mengubah sistim baris Abul Aswad dengan menjadikan alif dibaringkan di atas haraf tanda baris di atas dan yang di bawah haraf tanda baris di bawah dan Waw tanda baris di depan. Beliau jugalah yang membuat tanda mad dan tasydid.
Sesudah itu barulah pengahafal-penghafal Al Qur’an membuat tanda-tanda ayat, tanda-tanda waqaf dan ‘ibtida’ serta menerangkan di pangkal-pangkal surat nama surat dan tempat-tempat turunnya, di Makkah atau di Madinah dan menyebut bilangan ayatnya. Menurut riwayat sebagian ini dikerjakan atas kemauan Al Ma’mun.
Ada diriwayatkan, bahwa yang mula-mula member titik dan baris ialah Al Hasan Al Bishry dengan suruhan Abdil Malik ibn Marwan. Abdil Malik ibn Marwan memerintahkan kepada Al Hajjaj sewaktu Al Hajjaj berada di Wasith, lalu Al Hajjaj menyuruh Al Hasan Al Bishry dan Yahya ibn Ya’mura, murid Abul Aswad Al Dualy.
B. Cara menulis Al Qur’an yang dipakai untuk menulisnya di luar mushaf
Para ulama mengenai tulisan ‘Utsmany itu (mengenai kemestian kita mengikuti resam ‘utsmany) dalam menulis Al Qur’an mempunyai tiga pendapat.
Pertama, tidak dibolehkan sekali-kali kita menyalahi Khath ‘Utsmany, baik dalam menulis waw, maupun dalam menulis alif, menulis ya atau lainnya.
Kedua, tulisan Al Qur’an itu bukan tulisan taufiqi, bukan demikian diterima oleh syara’. Tulisan yang sudah ditetapkan itu, tulisan yang dimufakati menulisnya di masa itu.
Ketiga, pengarang At Tibyan dan pengarang Al Burhan memilih pendapat yang dipahamkan dari perkataan Ibnu ‘Abdis Salam, yaitu kebolehan kita menulis Al Qur’an untuk umum manusia menurut istilah-istilah yang dikenal oleh mereka dan tidah diharuskan kita menulis menurut tulisan lama, karena ditakutkan akan meragukan mereka. Dalam pada itu haruslah ada orang yang memelihara tulisan lama sebagai suatu barang pusaka.
Sumber: Prof. Dr. T. M. Hasbi Ash Shiddieqy, 1980, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an/Tafsir, Jakarta : Bulan Bintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar