Kamis, 25 November 2010

PENYIMPANGAN MAKNA TAUHID


PENYIMPANGAN MAKNA TAUHID
                                                                               
Banyak praktik kesyirikan yg terjadi di tengah umat menandakan ada yang salah dalam pemahaman umat akan makna tauhid. Terlebih cara memaknai dilatari sudut pandang kelompok masing-masing. maka yang terjadi tauhid dipahami secara beragam sesuai “selera” masing-masing kesyirikan bisa dinamakan tauhid dan tauhid malah dihukumi syirik.
Menurut Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dlm risalah Tsalatsah Al-Ushul dinyatakan bahwa seagung-agung perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala adl tauhid yaitu mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm peribadahan. Dan seagung-agung larangan adl syirik yaitu menyeru kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala bersamaan dgn menyeru kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal ini berdasarkan dalil surat An-Nisa` ayat 36:
                                                                                                         * (#rßç6ôã$#ur ©!$# Ÿwur (#qä.ÎŽô³è@ ¾ÏmÎ/ $\«øx© (  “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan–Nya dgn sesuatupun.”
Demikianlah betapa agung dan luhur masalah tauhid ini. Bahkan Al-Imam Al-Qadhi Ali bin Ali bin Muhammad bin Abi Al-Izzi Ad-Dimasyqi rahimahullahu mengungkapkan bahwa Al-Qur`an semua adl tauhid hak-hak dan balasan-balasannya. Termasuk di dlm terkandung muatan tentang masalah syirik para pelaku dan balasan-balasan sebagai akibat dari perbuatannya. Ini bisa dilihat dlm surat Al-Fatihah.Misal: Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin adalah tauhid Arrahmanirrahim merupakan tauhid.Maliki yaumiddin juga tauhid.Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in adl tauhid. Ihdinash-shirathal mustaqim merupakan representasi dari tauhid yg meliputi permohonan guna mendapatkan hidayah ke jalan ahli tauhid yaitu orang-orang yg telah Allah Subhanahu wa Ta’ala beri ni’mat atas mereka.Ghairil maghdhubi ‘alaihim waladh-dhallin adalah penjelas tentang orang-orang yang telah memisahkan diri dari tauhid.

Maka sudah sepatut bila dikatakan bahwa yg mengawali seorang individu utk memeluk Islam adl tauhid dan akhir dari kehidupan di dunia ditutup dgn tauhid pula. Seperti dinyatakan oleh Al-Imam Al-Qadhi Ibnu Abi Al-Izzi rahimahullahu bahwa awal adl wajib dan akhir wajib. mk tauhid merupakan awal masuk dlm Islam dan merupakan akhir bagi seseorang kala dikeluarkan dari dunia . Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ كَانَ آخِرَ كَلاَمِهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ
“Barangsiapa yg akhir perkataan Laa Ilaaha illallah dia masuk surga”
Begitupun ketika hari dibangkitkan itu tiba. Ketika harta dan anak-anak lelaki tiada lagi guna tdk lagi memberi nilai manfaat mk pada hari itu beruntunglah orang yg memiliki hati yg bersih . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَوْمَ لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ. إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
“ pada hari yg harta dan anak-anak laki2 tdk berguna kecuali orang yg datang kepada Allah dgn hati yg bersih.”
Apakah hati yg bersih itu? Kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu hati yg bersih adl hati yg bersih atau selamat dari segala sesuatu yg menjadikan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai sekutu. Karena hati yg bersih adl yg memurnikan segala bentuk peribadatan hanya utk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata. Iradah mahabbah tawakal taubat ikhbatan tawadhu’ khasyyah dan raja` semua murni diamalkan krn Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.
Sedang menurut Ibnu Katsir rahimahullahu dlm Tafsir- yg dimaksud hati yg bersih adl dari kotoran dan kesyirikan. Beliaupun menukil perkataan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa hati yg bersih adl hati yg selamat yg kesaksian bahwa tiada Ilah yg diibadahi secara haq kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pendapat yg hampir serupa diungkapkan pula oleh Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ketika beliau menjelaskan surat Asy-Syu’ara` ayat 88-89 ini dlm kitab tafsir Taisir Al-Karim Ar-Rahman fi Tafsir Kalami Al-Mannan. Beliau rahimahullahu memaknai hati yg bersih adl yg bersih dari kesyirikan syak bebas dari sikap mencintai sesuatu yg buruk dan menyuarakan kebid’ahan serta dosa-dosa.
Nyata sudah betapa hati nan bersih adl hati yg diselimuti tauhid. Hati yg senantiasa dibasuh dgn kalimat Laa ilaha illallah. Menepis kesyirikan hingga tdk bercokol di dlm kalbu. Berbeda dgn para pelaku kesyirikan mereka diharamkan mendapatkan surga dan tempat mereka di neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
“Sesungguh orang yg mempersekutukan Allah mk pasti Allah mengharamkan kepada surga dan tempat ialah neraka.”
Begitulah syirik sebuah dosa yg pelaku tdk akan mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala bila sampai terbawa mati dan tdk sempat bertaubat.
إِنَّ اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيْمًا
“Sesungguh Allah tdk akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yg selain dari itu. Barangsiapa yg mempersekutukan Allah mk sungguh ia telah berbuat dosa yg besar.”
Demikian arti penting tauhid. Dia merupakan asas agama. Setiap perintah larangan peribadahan dan ketaatan semua didasari ada tauhid. Tanpa didasari tauhid mk amalan akan sirna hancur luluh tiada berarti apa pun. Kerugianlah yg akan didapat.
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Jika kamu mempersekutukan niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang2 yg merugi.”
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
“Seandai mereka mempersekutukan niscaya lenyaplah dari mereka amalan yg telah mereka kerjakan.”

Dalam memahami makna tauhid yaitu makna Laa ilaha illallah hendak perlu dicermati bahwa di tengah kehidupan masyarakat ada pemahaman-pemahaman yg menyimpang. Beberapa pemahaman yg menyimpang tentang makna Laa ilaha illallah ini diterangkan Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan saat memberi syarah terhadap Tafsir Kalimat At-Tauhid karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu.
Berikut tafsir kalimat tauhid Laa ilaha illallah yg menyimpang:
1. Tafsir Wihdatul wujud
Para pengikut aliran wihdatul wujud yg dianut oleh Ibnu ‘Arabi dan para pengikut menyatakan bahwa makna Laa ilaha illallah adl Laa ma’buda illallah atau Laa ilaha maujudun illallah .
Bila diartikan semacam itu mk segala sesuatu yg disembah semua adl Allah. Karena menurut pemahaman mereka bahwa Al-Wujud tdk terpilah antara Khaliq dgn makhluk. Semua adl Allah. Pemahaman semacam ini di kalangan penganut wihdatul wujud menjadikan al-wujud dan tdk dibedakan .
Maka seseorang yg menyembah manusia krn sesuatu senyata dia menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seseorang yg menyembah sapi berhala batu malaikat semua diartikan menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena Allah adl sesuatu yg wujud atau ada secara mutlak .
Bagi mereka seseorang yg memahami bahwa al-wujud itu terbagi dua bagian: Khaliq dan makhluk mk orang tersebut dinyatakan sebagai musyrik. Seseorang tdk dikategorikan sebagai muwahhid menurut mereka kecuali dia mengatakan “Sesungguh al-wujud sesuatu itu satu yaitu Allah.” Inilah kebatilan pemahaman wihdatul wujud bahwa semua benda yg ada adl Allah Subhanahu wa Ta’ala.

2. Tafsir Ulama Ilmu Kalam
Para ulama al-kalam menyatakan bahwa Laa ilaha illallah makna adl tdk ada yg berkuasa atas penciptaan pengaturan mengadakan kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pemahaman semacam ini tidaklah benar. Pemahaman seperti ini setali tiga uang dgn pemahaman agama orang2 musyrik. Dinyatakan oleh orang2 musyrik: “Tidak ada yg mampu/berkuasa atas penciptaan kecuali Allah.” “Tidak ada yg menghidupkan kecuali Allah.” “Tidak ada yg mematikan kecuali Allah.” “Tidak ada yg memberi rizki kecuali Allah.” mk hal-hal tersebut hanya sebatas menyentuh aspek-aspek tauhid Rububiyah semata. Tidak termuat unsur-unsur tauhid Uluhiyah.

3. Tafsir Al-Jahmiyah dan Al-Mu’tazilah
Barangsiapa yg berjalan berdasar manhaj mereka dia akan menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena menurut pemahaman mereka seseorang yg menetapkan Al-Asma wa Shifat bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala adl seorang musyrik. Sedangkan yg dikategorikan sebagai orang yg bertauhid menurut mereka adl orang yg menafikan Al-Asma wa Shifat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

4. Tafsir kalangan hizbiyyun dan Ikhwanul Muslimin
Di kalangan pergerakan dan IM mereka memiliki pemahaman tentang Laa ilaha illallah dgn makna La hukma illa lillah . . Pemahaman ini disampaikan oleh Sayyid Quthb seorang pentolan IM yg mengadopsi pemikiran Abul A’la Al-Maududi .
Kata Al-Maududi Al-Ilah adl Al-Hakim . Pemikiran Al-Maududi ini lahir krn dipengaruhi oleh pemikiran Hegel seorang filosof Jerman.
Menurut Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan Al-Hakimiyyah sesuai nama merupakan bagian dari makna Laa ilaha illallah. Karena makna kalimat tauhid secara sempurna adl meliputi tiap bentuk peribadahan. Kalau makna Laa ilaha illallah hanya dibatasi dgn makna Al-Hakim mk bagaimana dgn bentuk-bentuk peribadahan lain seperti ruku’ sujud menyembelih nadzar mahabbah khauf isti’anah dan lain-lain? Dan mana pula bentuk penafian terhadap berbagai bentuk kesyirikan?
Asy-Syaikah Fauzan berkata: “Menafsirkan kalimat Laa ilaha illallah dgn Al-Hakimiyyah merupakan tafsir yg pendek. Tidak memberikan makna Laa ilaha illallah .”
Adapun menafsirkan Laa ilaha illallah dgn Laa khaliqa illallah adl penafsiran yg batil tdk semata penafsiran yg pendek. Karena kalimat Laa ilaha illallah tidaklah semata utk menetapkan bahwa sesungguh tdk ada pencipta selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Penetapan semacam ini sudah dilakukan oleh kaum musyrikin Quraisy dulu. Jadi bila penetapan semacam ini benar mk menjadikan kaum musyrikin sebagai muwahhidin . Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ
“Dan sungguh jika kamu berta kepada mereka: ‘Siapakah yg menciptakan mereka?’ niscaya mereka menjawab: ‘Allah’ mk bagaimanakah mereka dapat dipalingkan ?”
Bila pemahaman Laa ilaha illallah adl semacam itu mk Abu Jahl dan Abu Lahab termasuk orang yg bertauhid.

5. Tafsir Kalangan Sufi
Di kalangan Sufi kalimat Laa ilaha illallah tdk diucapkan sempurna. Mereka meyakini bahwa mereka adl orang2 yg teramat khusus istimewa sehingga mereka tdk perlu mengucapkan kalimat tauhid secara sempurna tapi mencukupkan diri mengucapkan Allahu Allahu. Begitulah dzikir mereka. Mereka berdzikir dgn mengucapkan secara berulang kalimat Allahu Allahu Allahu
Kalimat yg diucapkan itu merupakan isim mujarrad yg tdk memberi faedah tauhid sedikitpun. Mesti kalimat tersebut harus dlm bentuk jumlah mufidah sehingga memberi arti atau faedah.
Bahkan sebagian mereka tdk lagi mengucapkan lafzhul jalalah tetapi hanya mengucapkan huwa huwa huwa yg merupakan kata ganti tunggal orang ketiga . Tentu saja inipun tdk memberikan manfaat sedikitpun. Ini merupakan tindakan mempermainkan kalimat tauhid. Lebih parah lagi sebagian mereka tdk melafadzkan Allahu atau huwa namun hanya menyatakan dgn hatinya.
Bagaimana dgn pemahaman Ahlus Sunnah wa Jamaah? Inilah pemahaman yg benar dlm memahami kalimat tauhid.
Makna Laa ilaha illallah telah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm ayat-ayat-Nya dan telah diterangkan pula oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits-hadits beliau.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dgn sesuatupun.”
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَ
“Dan sesungguh Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat : ‘Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut itu’.”
وَمَا أُمِرُوا إِلاَّ لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
“Padahal mereka tdk disuruh kecuali supaya menyembah Allah dgn memurnikan ketaatan kepada-Nya dlm agama dgn lurus.”
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenaan dgn kekasih-Nya Ibrahim ‘alaihissalam:
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيْمُ لأَبِيْهِ وَقَوْمِهِ إِنَّنِي بَرَاءٌ مِمَّا تَعْبُدُوْنَ. إِلاَّ الَّذِي فَطَرَنِي فَإِنَّهُ سَيَهْدِيْنِ
“Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya: ‘Sesungguh aku tdk bertanggung jawab terhadap apa yg kamu sembah tetapi Dzat Yang menjadikanku; krn sesungguh Dia akan memberi hidayah kepadaku’.”
Makna Laa ilaha illallah pun bisa dipahami dari ayat:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tdk menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ -وَفِي رِوَايَةٍ: إِلَى أَنْ يُوَحِّدُوا اللهَ-
“Aku diperintah utk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan Laa ilaha illallah.” dlm riwayat lain: “Sampai mereka mengesakan Allah.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bahwa makna Laa ilaha illallah adl mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm seluruh peribadahan. Makna Laa ilaha illallah adl tdk ada yg disembah secara haq kecuali Allah Subhanahu wa Ta’ala. Yaitu dgn mengikhlaskan atau memurnikan peribadahan hanya utk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata termasuk di dlm tahkim asy-syari’ah .
Dengan ini dipahami bahwa kalimat tersebut mengandung pengertian menafikan segala bentuk Ilah menafikan segala bentuk kesyirikan dan menetapkan bahwa peribadahan itu hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala semata tdk ada sekutu bagi-Nya.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar