Selasa, 17 Mei 2011

Mata Kuliah : TAFSIR TARBAWI
Dosen Pembimbing : Umar Hashona, M.Pd.I.


 PAI B / Semester: 4 (Empat)
1.      Evi Nuryati                 (2093464)
2.      Ilham Muliawan S.      (2093471)
3.      Mizanul Akrom           (2093475)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM  NAHDLATUL ULAMA
 (STAINU) KEBUMEN
JL.Tentara Pelajar 55 B Kebumen
TAHUN AJARAN 2010/2011
KATA PENGANTAR
            Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kepada Sang Illahi Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan kepada Guru besar kita Yakni Nabi Muhammad SAW, tanpa adanya beliau mungkinkah kita terbebas dari zaman kebodohan.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah tafsir tarbawi di STAINU Kebumen. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:
·         Bapak Umar Hashona M.Pd.I. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada kami 
·         Orang tua kami yang selalu memberikan  doa dan dukungan dalam menuntut ilmu
·         Rekan-rekan kelompok yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya untuk menyusun makalah ini
·         Rekan-rekan mahasiswa dan seluruh pihak yang bersedia memberikan partisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Manusia pasti memiliki kekurangan seperti halnya dalam pembuatan makalah ini pun kami banyak sekali kekurangan. Untuk itu, kami selalu mengharap kritik dan saran dari pembaca guna kemajuan bersama.
Akhir kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wasalamua’laikum Wr.Wb.
Kebumen, April 2011

                                                                                                Penulis



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Banyak orang yang salah mengartikan akan suatu ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga orang bisa saja mengartikan berbagai ayat dalam Al-Qur’an dengan tidak melihat berbagai sumber termasuk tafris-tafsir yang sudah ada. Banyak sekali buku-buku atau tafsir-tafsir yang seharusnya kita gali untuk mengkaji berbagai ayat. Salah satunya adalah tafsir al-Maraghi. Al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Ajaran Al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general sehingga untuk dapat memehami ajaran Al-Qur’an tentang berbagai masalah tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana yang dilakukan oleh para ulama.

B.     Rumusan Masalah

1. Apa tafsiran surat At-taubah ayat 122 ?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Sebagai salah satu tugas mata kuliah Tafsir Tarbawi
2.      Menambah wawasan mengenai ayat dalam Al-Qur’an yang mengenai kewajiban belajar mengajar
3.      Menambah pengetahun dari tafsir Surat At-taubah ayat 122


















DAFTAR ISI
SAMPUL HALAMAN DEPAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.    TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 122
B.     PENAFSIRAN KATA-KATA  SULIT
C.    PENGERTIAN SECARA UMUM
D.    PENJELASAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA















BAB II
PEMBAHASAN
A.    TAFSIR SURAT AT-TAUBAH AYAT 122
$tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ
Artinya: Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (Q.S. At- Taubah: 122).
B.     PENAFSIRAN KATA-KATA  SULIT:
نفرNafara                :   berangkat perang
لولا  Laula                : Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi dimasa yang akan datang. Tapi Laula juga berarti kecemasan atas meninggalkan perbuatan yang disebutkan sesudaah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bias sajaLaula”, itu berarti perintah mengerjakannya.
الفرقة  - Al- Firqah     : kelompok besar
الطائفةAt- Ta’ifah   : kelompok kecil
تفقهTafaqqaha       : berusaha keras untuk mendalami dan memmahami suatu perkakara dengan susah payah untuk memperolehnya.
انذرهAnzarahu       : menakut-nakuti dia.
حذرهHazirahu       : berhati-hati terhadapnya.
C.    PENGERTIAN SECARA UMUM
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan. yakni, hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya, bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada Allah SWT dan menegakkan sendi-sendi islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak disyariatkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari dakwah tersebut, agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Menurut riwayat Al-Kalabi dari Ibnu ‘Abbas, bahwa dia mengatakan, “setelah Alloh SWT mengecam keras terhadap orang-orang yang tidak menyertai Rosul Saw dalam peperangan, maka tidak seorangpun diantara kami yang tinggal untuk tidak menyertai bala tentara atau utusan perang buat selama-lamanya. Hal ini benar-benar mereka lakukan, sehingga tinggallah Rosululloh Saw sendirian. Maka turunlah wahyu:
bqãZÏB÷sßJø9$#c%x.$tBur
D.    PENJELASAN
( p©ù!$Ÿ2#rãÏÿYuŠÏ9 bqãZÏB÷sßJø9$#c%x.$tBur)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang)”
Tidaklah patut bagi orang-orang mukmin, dan juga tidak dituntut supaya mereka seluruhnya berangkat menyertai setiap utusan perang yang keluar menuju medan perjuangan. Karena, perang itu sebenarnya fardu kifayah, yang apabila telah dilaksanakan oleh sebagian maka gugurlah yang lain, bukan fardu ain, yang wajib dilaksanakan setiap orang. Perang barulah menjadi wajib, apabila Rosul Saw sendiri keluar dan mengerahkan kaum mu’min menuju medan perang.
Kewajiban Mendalami Agama dan Kesiapan Untuk Mengajarkannya.
) Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts (
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
            Mengapa tidak segolongan saja, atau sekelompok kecil saja yang berangkat kemedan tempur dari tiap-tiap golongan besar kaum mu’min, seperti penduduk suatu negeri atau suku, dengan maksud supaya orang mukmin seluruhnya dapat mendalami agama mereka. Yaitu dengan cara orang yang tidak berangkat dan tinggal dikota (Madinah), berusaha keras untuk memahami agama, yang wahyu-Nya turun kepada Rosululloh Saw yang menerangkan ayat-ayat tersebut, baik dengan perkataan atau perbuatan. Dengan  demikian maka diketahui hukum beserta hikmahnya, dan menjadi jelas yang masih mujmal dengan adanya perbuatan Nabi tersebut. Disamping itu orang yang mendalami agama memberi peringatan kepada kaumnya yang pergi perang menghadapi musuh, apabila mereka telah kembali kedalam kota.
            Artinya, agar tujuan utama dari orang-orang yang mendalami agama itu karena ingin membimbing kaumnya, mengajari mereka dan memberi peringatan kepada mereka tentang akibat kebodohan dan tidak mengamalkan apa yang mereka ketahui, dengan harapan supaya mereka takut kepada Alloh SWT dan berhati-hati terhadap akibat kemaksiatan, disamping agar seluruh kaum mukminin mengetahui agama mereka, mampu menyebarkan pada seluruh umat manusia. Jadi bukan bertujuan supaya memperoleh kepemimpinan dan kedudukan yang tinggi serta mengungguli kebanyakan orang-orang lain, atau bertujuan memperoleh harta dan meniru orang dzalim dan para penindas dalam berpakaian, berkendaraan maupun dalam persaingan diantara sesama mereka.
            Ayat tersebut merupakan isyarat tentang wajibnya pendalaman agama dan bersedia mengajarkannya ditempat-tempat pemukiman serta memahamkan orang-orang lain kepada agama, sebanyak yang dapat memperbaiki keadaan mereka. Sehingga mereka tidak bodoh lagi tentang hukum-hukum agama secara umum yang wajib diketahui oleh setiap mu’min.
            Orang-orang yang beruntung, dirinya memperoleh kesempatan untuk mendalami agama dengan maksud seperti ini. Mereka mendapat kedudukan yang tinggi disisi Alloh SWT, dan tidak kalah tingginya dari kalangan pejuang yang mengorbankan harta dan jiwa dalam meninggikan kalimat Alloh SWT, membela agama dan ajaran-Nya. Bahkan, mereka boleh jadi lebih utama dari pejuang pada situasi lain ketika mempertahankan agama menjadi wajib ‘ain bagi setiap orang.[1]











BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
B.     SARAN

Banyak sekali apa yang belum tertuliskan mengenai penafsiran ayat-ayat tersebut. Untuk itu penyusun mengharapkan kepada siapa saja yang membaca untuk lebih lagi secara mendalam mencari sumber-sumber atau kitab-kitab tafsir selain yang penyusun cantumkan. Mungkin akan berbeda antara kitab tafsir yang satu dengan yang lainnya.
Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.















DAFTAR PUSTAKA
Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maroghi. Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang.



[1]Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. Terjemah Tafsir Al-Maroghi, (Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), hlm. 83-87.